Minggu, 01 November 2015

Pionir yang Mulai Tersingkir

Baca Juga Catatan Ringan 'Wartawan Pensiun'

Pengumuman 'Pamit" Tabloid Olahraga Bola

Sungguh, pukulan terhadap pasar (baca: daya beli) pembaca media cetak, oleh media online, portal, media sosial dan sebagainya, menjadi demikian telak. Tuntutan arus informasi yang harus cepat dan lengkap, membuat media cetak terseok. Yang lebih dulu terkena imbas, justru media yang awalnya berhasil menggaet pembaca komunitas terbesar. Contoh kasusnya, pangsa penggemar olahraga, khususnya sepakbola. 
         Sabtu (1/11) kemarin saya terkejut, membaca pengumuman "pamit" nya Tabloid BOLA. Tabloid olahraga terbesar di Indonesia ini, sejak penerbitannya terkesan 'mewah' dan cukup berwibawa. Hampir semua wartawan olahraga kala itu tabloid Bola jadi rujukan. Namun kini, begitu arus media online memenuhi dunia maya yang demikian cepat, membuat tabloid yang kontennya hampir 70% adalah berita sepakbola, seakan terseret ke belakang oleh aktualisasi berita-berita sepakbola yang bisa diakses kapan-saja di mana saja melalui media online, dengan up date, permenit, bahkan ada yang perdetik.. Belum lagi media elektronik seperti televisi berlomba menayangkan langsung amupun tunda pertandingan-pertandingan sepakbola Eropa maupun dunia. 

            Harus diakui, hampir selama 29 tahun, tabloid BOLA selalu tampil dinamis dan lengkap. Kali pertama terbit Maret 1984, yang awalnya menjadi sisipan induknya, Harian KOMPAS, langsung berhasil memikat pembacanya, khususnya pecinta olahraga. Empat tahun menjadi sisipan, pada 1988 Bola lepas dari sebagai sisipan, dan terbit mandiri.
     Selama 13 tahun, BOLA terbit tiap Jumat. Pada Maret 1997, BOLA menambah frekuensi terbitnya, seminggu dua kali, Selasa dan Jumat. Meski resminya terbit Selasa dan Jumat, tapi pembaca  sudah bisa mendapati tabloid ini sejak Senin dan Kamis sore.
             Akhirnya BOLA menerbitkan edisi Sabtu. Tterbit tiga kali seminggu mulai Maret 2010, dengan mengubah secara resmi jadwal terbit menjadi Senin-Kamis-Sabtu (SKS). Kini pionir tabloid olahraga nasional ini tersugkur, oleh cepatnya arus informasi sepakbola, dari dunia lain. Kita cuma bisa prihatin.



Ditulis oleh: Sulaiman Sayid

Media Cetak, Berpacu dengan Waktu

Catatan Ringan 'Wartawan Pensiun'

 Perkembangan industri media informasi saat ini seperti sulit dibendung. Baik sekala lokal, nasional maupun internasional. Industri ini akan terus mengalami fase2 yang mau-tidak mau harus kita ikuti. Baik isi maupun perangkat industrinya itu sendiri, karena salah satu produk dari industri ini, menjadi kebutuhan kita, yakni informasi (berita). 

Ketika era media cetak, kita masih memiliki tenggat dalam mengikuti isi (berita) maupun teknologinya. Kini jenis media ini semakin terkikis oleh kemajuan teknologi yang demikian cepat, detil, kemudahan, dan berteknologi tinggi (hehehe masih menurut saya. red.). Kita yang gagap teknologi terasa kepontal-pontal ngikutinya. Media cetak sepertinya terjepit, oleh cepatnya arus informasi yang disampaikan oleh media elektronik (Radio,Televisi,Video/Film), Media Cyber (Websaid, Blog, Portal Berita, Media Sosial dan sejenisnya).

Misalnya saja, dalam penyajian berita, atas sebuah peristiwa. Bagi pembaca media cetak, tentu harus menunggu esok harinya, sementara televisi dan radio dalam beberapa menit atau jam, sudah bisa diterima para pemirsa dan pendengarnya. Apalagi bagi Cyber Media, yang bisa menyajikan dengan hitungan menit, Bahkan setiap menit pula, media jenis ini terus meng-update perkembangan dari peristiwa tersebut
Itu, baru dari segi penyajian. Belum lagi dari segi fisik media bersangkutan. Kalau kita membaca koran, kita perlu waktu dan tempat agak khusus.      Misalnya, saat sudah tidak ada lagi kegiatan atau kerja, dan membacanyapun perlu situasi dan kondisi tertentu. Kita akan mengganggu orang lain, saat membuka koran pada saat kita berada di kendaraan umum yang penuh sesak. Sementara bagi Cyber Media bisa membacanya dimana saja dan kapan saja. Kesemuanya lewat ujung jari kita, segala informasi yang ada di dunia ini, bisa kita akses.
Maka, akan berakhirkah era Media Cetak? Hanya waktulah yang akan menjawab.

            Melalui dua tulisan "Profesional, Eksklusif, dan Rasa Takut" 1 dan 2 berikut, sungguh bukan saya berniat untuk memperbandingkan dengan jurnalistik saat ini. Tapi, sueer saya hanya ingin bernostalgia. Betapa sulitnya menggali informasi untuk sebuah harian, agar memperoleh berita-berita bagus dan eksklusif, saat itu. Saya jadi iri, dengan era digital sekarang, untuk memperoleh berita apapun, tinggal klik merangkum tulisan dari sana-sini di media internet, ditambah sedikit konfirmasi dengan sumber berita. Jadilah berita dalam hitungan menit. Mari bernostalgia.
 

Diposkan oleh Sulaiman Sayid